Breaking

Senin, 05 Juni 2023

Bersama Masyarakat Desa Cipaganti, PC Fatayat NU Garut Gelar Ngaji Kebangsaan

KH. Cecep sedang menguraikan materi wawasan kebangsaan kepada masyarakat Desa Cipaganti.

Garut. Pimpinan Cabang (PC) Fatayat Nahdlatu Ulama (NU) Kabupaten Garut menggelar kegiatan bertajuk "Ngaji Kebangsaan" bersama masyarakat di Aula Desa Cipaganti, pada Sabtu (03/06/23) kemarin.


Baca Juga: http://www.nugarut.or.id/2023/05/dorong-solidaritas-antar-kader-ipnu.html


Kegiatan "Ngaji Kebangsaan" ini merupakan bagian dari misi Fatayat NU dalam mensyiarkan ajaran agama Islam yang Rahmatan Lil 'Alaamiin dalam bingkai kebangsaan. 


Chotijah Fanaqi selaku Ketua Bidang Dakwah dan Media PC Fatayat Garut menyampaikan bahwa tahun lalu Fatayat Garut juga menyelenggarakan dialog kebangsaan yang menghadirkan 25-30 tokoh masyarakat desa Cipaganti. Kegiatan ini, terang Chotijah, sebagai upaya merajut kebersamaan dan persaudaraan antar kelompok masyarakat yang beragam di tengah isu-isu intoleransi dan ekstrimisme beragama yang ada di masyarakat garut. 


"Sebagai miniatur negara, desa cipaganti dianggap memiliki representasi dalam mengelola keragaman dengan baik. Hal itu dilakukan atas kesadaran dan Kerjasama yang baik antara pemerintah desa, tokoh masyarakat, serta tokoh agama yang mengedepankan kepentingan Bersama di atas kepentingan golongan," katanya melalui press release yang dikirim kepada tim media.


Pada kesempatan ini, PC Fatayat menghadirkan KH. Cecep jaya Karama selaku pengurus MUI Kabupaten Garut. Adapun peserta yang hadir kurang lebih 100 orang dari berbagai elemen masyarakat yang ada di Cipaganti. Kegiatan ini merupakan kegiatan Bersama antara PC fatayat NU Kabupaten Garut dengan Pemerintah Desa Cipaganti yang kerjasamanya sudah berjalan selama dua tahun terakhir.


Baca Juga: http://www.nugarut.or.id/2023/05/audiensi-dengan-kemenag-upaya-fatayat.html


Masyarakat Desa Cipaganti sedang mendengarkan pemaparan materi dari pengurus Fatayat NU Garut. (Dok.Istimewa)
 


KH. Cecep Jaya Karama selaku Kyai yang menjadi pemateri dalam ngaji kebangsaan memaparkan bahwa yang harus dipahami oleh masyarakat adalah pancasila bukan agama, tapi Pancasila bagian dari Implementasi agama, jadi tidak bisa dipertentangkan. Hal ini, Kata KH. Cecep, terkadang suka menjadi perdebatan oleh Sebagian kalangan sehingga menimbulkan kesalahpahaman. 


Bahkan di jawa timur menurut KH. Cecep Pancasila itu ditahlilkan; sebagai upaya memberi perhatian pada masyarakat bahwa Pancasila juga menjadi bagian sarana untuk ibadah kepada Allah SWT.


KH. Cecep mengilustrasikan sila-sila dalam Pancasila untuk menunjukkan bahwa impelementasinya bisa dilihat dalam kehidupan sehari-hari missal dalam tradisi tahlilan. 


“Sila pertama misalnya kita lihat di sana isinya justru mengajarkan tentang ketauhidan yang menjadi isi dalam tahlilan itu sendiri; “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sebuah keyakinan yang selama ini kita junjung tinggi dalam agama kita. Sila kedua berisi tentang prinsip kemanusiaan “kemanusiaan yang adil dan beradab. Artinya yang menjadi pelaku pengajian atau tahlilan ini adalah manusia yang memiliki etika dan adab, sehingga penghargaan dan penghormatan terhadap keberadaan dan hak-hak orang lain harus ditegakkan. Sila ketiga “persatuan Indonesia”, dalam tahlilan kan biasanya dilakukan secara berjamaah atau Bersama, dari sini mengajarkan kita untuk senantiasa bersatu. Sila keempat: “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permuasyawaratan perwakilan”, esensinya tentang kepemimpinan, sebagaimana dalam tahlilan dipimpin oleh ajeungan. Jika tidak ada ejeungan atau kiyai yang mimpin, maka biasanya bermusyawarah diantaranya jamaah yang ada untuk menentukan kira-kira siapa yang layak memimpin tahlilan tersebut. Sila Kelima: “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, ilustrasinya seusai tahlilan biasanya peserta pengajian mendapatkan berkah atau besek kepada semua tanpa terkecuali, di sini esensi keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia” jelasnya secara mendetail.


Lebih jauh KH. Cecep Jaya Karama menguraikan bagaimana sejarah lahirnya kesepakatan para funding-fathers untuk menentukan Pancasila sebagai dasar negara, sebagai sebuah kesepakatan yang dibuat oleh prinsip musyawarah yang dilakukan oleh pemimpin bangsa yang berasal dari berbagai agama, suku, ras, budaya, serta berasal dari berbagai latar belakang Pendidikan. Maka menurutnya harusnya Pancasila itu sudah final sebagai sebuah maha karya yang mengakomodir kepentingan semua anak bangsa, tidak terkecuali umat islam.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar